PENGARUH
CARA BERPAKAIAN TURIS ASING TERHADAP CARA BERPAKAIAN MASYARAKAT DESA WISATA PENGLIPURAN,
KUBU, BANGLI, BANGLI, PROVINSI BALI
Karya Tulis
Diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat kelulusan
Tahun Ajaran 2014-2015
Oleh:
Annisa Dievy Nafilah
NIS 7233
Bagas Putra Pratama
Widianto
NIS 7235
Bonita
Megamelina
NIS 7237
Dian Anggreni
NIS 7239
Dinuryah Badas Nunggalan
NIS 7240
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SMA PERGURUAN “CIKINI”
2015
ABSTRAK
Nafilah
Dievy Annisa, Bonita Megamelina, Dian Anggreni, Dinuriyah Badas Nunggalan,
Bagas Putra Pratama Widianto, 2015. Pengaruh Cara Berpakaian Turis Asing
Terhadap Cara Berpakaian Masyarakat Desa Wisata Penglipuran, Kubu, Bangli,
Bangli, Bali. Karya Tulis, Jurusan Ilmu Pengetahuan, SMA Perguruan “CIKINI”. Pembimbing:
Drs. Amari Mulya.
Berdasarkan
tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang
diterima dari cara berpakaian turis asing terhadap cara berpakaian masyarakat
Bali sehari-hari.
Metode
yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan langsung yaitu dengan pergi
ke Pulau Bali dengan progam Study Tour yang diadakan oleh sekolah. Penulis juga
melakukan wawancara dengan pemandu wisata yang memimpin penulis dalam
menjelajahi Pulau Bali.
Berdasarkan
hasil penelitian yang penulis dapatkan, sebagian besar masyarakat lansia masih
menggunakan pakaian adat, sedangkan masyarakat remaja hanya menggunakan pakaian
adat ketika sedang melaksanakan perayaan-perayaan dan contohnya mereka selalu
memakai pakaian sehari-hari yang sopan walaupun banyak turis asing yang datang
ke desa mereka dan bisa saja membuat mereka mengikuti trend busana wisatawan
asing.
LEMBAR
PENGESAHAN
Karya
tulis ini telah mendapat persetujuan dan disahkan untuk melengkapi
syarat-syarat kelulusan Sekolah Menengah Atas Perguruan “Cikini” Tahun ajaran
2014-2015 pada Februari 2015.
Pembimbing Penulisan
Pembimbing Materi
(Drs. Amari Mulya) (Dra. Indrawati)
Wakil
Kepala Bid. Kurikulum
(H.
Agus Tridjoko, S.Pd.)
Kepala
SMA Perguruan “Cikini”
(Drs.
H. Farid Syamsul Bachri)
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucap syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas untuk menyusun karya
tulis ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah usaha untuk
memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Nasional pada tahun ajaran
2014-2015.
Penulis
sengaja membuat judul PENGARUH CARA BERPAKAIAN TURIS ASING TERHADAP CARA BERPAKAIAN
MASYARAKAT DESA WISATA PENGLIPURAN, KUBU, BANGLI, BANGLI, BALI, karena ingin
mengetahui dan untuk melestarikan cara berpakaian masyarakat bali.
Dalam
menyusun karya tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak, dan tak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmad, akal budi dan pengertian untuk
karya tulis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
2. Kedua
orang tua yang membimbing dan mengarahkan supaya karya tulis ini dapat selesai
serta dengan tulus ikhlas membiayai segala keperluan karya tulis ini sehingga
dapat terselesaikan
3. Penulis
sangat berterimakasih kepada Bapak Drs.
H. Farid Syamsul Bahri, selaku kepala SMA Perguruan
“Cikini”, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis supaya
menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat waktunya.
4. Penulis
sangat berterimakasih kepada Ibu Dra.
Hj. Indrawati, selaku wali kelas, yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun karya tulis ini dengan baik
dan tepat pada waktunya.
5. Penulis
berterimakasih kepada Bapak Drs. Amari
Mulya selaku guru pembimbing bahasa,
yang membimbing penulis
menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam penulisan karya tulis ini.
6. Penulis
juga berterimakasih kepada Ibu Zunita Farida sebagai wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan yang telah memberikan persetujuan untuk karya tulis ini
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
7. Teman-teman
yang terutama sekelompok dengan penulis telah memberikan semangat dan dorongan
supaya karya tulis ini terselesaikan.
Penulis
ucapkan banyak terimakasih terhadap pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam menyusun karya tulis ini
Jakarta,
Februari
2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Perumusan
Masalah
1.5 Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.6 Sistematika Penelitian
BAB
II DESKRIPSI UMUM
2.1. Data Provinsi
2.2. Sejarah Pulau Bali
2.3. Budaya Bali
2.3.1. Pakaian Daerah
2.3.2. Musik Daerah
2.3.3. Seni Tarian
2.3.4. Senjata Tradisional
2.3.5. Rumah Adat
2.4.
Penduduk Bali
2.5.
Filosofi Pakaian
Khas Bali
2.6.
Pakaian Adat Bali
BAB
III Metode Penelitian
3.1.
Metode Penelitian
3.2.
Variabel Penelitian
3.3.
Tempat dan Waktu Penelitian
3.4.
Sampel Penelitian
3.5.
Teknik Pengambilan Data
BAB
IV Pembahasan
4.1
Deskripsi Tempat Penelitian
4.2
Deskripsi Pakaian Adat, Daerah dan
Sehari-hari
BAB
V Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Biodata Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Bali
adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau
terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau
Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di
sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusan Ceningan
dan Pulau Serangan.
Bali
merupakan tempat wisata yang paling baik dikunjungi oleh para wisatawan dari
mancanegara maupun dari dalam negeri, Pulau Bali terkenal dengan objek
pariwisatanya, bukan hanya itu saja, wisatawan juga mengagumi kebudayaan-kebudayaan
yang dimiliki oleh orang-orang Bali.
Salah
satu unsur yang sangat melekat pada masyarakat Bali adalah agama dan budayanya.
Mereka sangat memegang teguh agama yang di anutnya yang di wujudkan pada
aktivitas sehari-hari seperti menghaturkan sesajen, menyembah patung, dan
lainnya. Bagi masyarakat Bali yang mempunyai kecukupan, mereka membuat pura
kecil didalam rumahnya karena menganggap akan selalu dekat dengan Tuhannya.
Masyarakat
Bali terbagi menjadi beberapa kasta dari yang tertinggi hingga terendah seperti
Ksatria, Bramana, Waisya, dan Sudra. Masyarakat Bali tidak bisa berpindah kelas
seperti halnya stratifikasi sosial. Masyarakat Bali yang berada di kasta paling
atas biasanya paling disegani dan dihormati masyarakatnya.
1.1
Latar Belakang
Masalah
Manusia, masyarakat, dan kebudayaan
Bali, pada perkembangannya kini, sesungguhnya diwarnai oleh perilaku masyarakat
pada masa Bali kuna, masa Bali Majapahit dan masa Bali modern. Pemahaman
tentang hidup terdiri dari unsur atma, angga dan khaya, yang bersumber dari
ajaran Hindu, menjadikan pola hidup masyarakat Bali unik dan lentur menyikapi
perubahan jaman. Perkembangan budaya dan perilaku manusia Bali dari Bali kuna
ke Bali modern yang dilakoni secara lentur telah pula menumbuhkan perekonomian,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang senantiasa diupayakan terpadu harmonis
dengan budaya lokal. Budaya Bali, kemudian tampak seperti terus tumbuh
berkelanjutan mengalami perkembangan dengan tetap menampakan ciri budaya
setempat.
Adapun alasan pemilihan judul antara lain:
1. Karena
melalui karya tulis ini penulis ingin membuktikan bahwa tidak adanya pengaruh
pakaian wisatawan asing dengan pakaian yang digunakan masyarakat Bali setiap
hari.
2. Karena
dengan melihat sisi kekuatan antara kepercayaan dan kebudayaan yang begitu erat
hubungannya dengan keseharian masyarakat Bali.
1.2
Identifikasi Masalah
1.2.1 Apakah itu kebudayaan ?
1.2.2 Apakah pakaian
turis asing berpengaruh terhadap pakaian masyarakat desa wisata penglipuran ?
1.2.3 Apa
latar belakang
masyarakat Bali sangat berpegang teguh pada
agama dan budaya mereka ?
1.2.4 Apa
dampak yang terjadi ketika budaya dan agama mereka terkait pada aktivitasnya?
1.3
Pembatasan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah, maka masalah difokuskan pada butir
1.4
Perumusan Masalah
1.5
Tujuam dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis
ini yaitu untuk memenuhi persyaratan kelulusan tahun ajaran 2014-2015. Selain
itu agar dapat memahami bahwa pakaian wisatawan asing brpengaruh terhadap
pakaian sehari-hari masyarakat Desa Wisata Penglipuran.
1.6
Sistematika Penelitian
1.6.1
Studi kepustakaan,
mengikuti buku-buku yang berkaitan dengan kebudayaan Bali.
1.6.2
Observasi, yaitu dilakukan
pada tanggal 17-24 Desember.
1.6.3
Penulisan dilakukan
mengikuti metode yang benar dengan menguraikan secara cermat cara/ prosedur
pengumpulan data dan/ atau informasi, pengolahan data dan/ atau informasi,
analisis sintesis, mengambil simpulan, serta merumuskan saran atau rekomendasi
BAB
II
DESKRIPSI
UMUM
2.1 Data Provinsi
Pulau
Bali adalah bagisan dari kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 122
km sekitar 3,2 km dari pulau jawa. Bali beriklim tropis seperti bagian Indonesia
yang lain. Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah
Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, Jimbaran, Nusa dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan
pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Luas wilayah provinsi Bali adalah
5.366,66 km2 atau 0.29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara
administratif provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701
desa/kelurahan.
BATAS
WILAYAH
UTARA : LAUT BALI
SELATAN : SAMUDRA INDONESIA
BARAT : PROVINSI JAWA TIMUR
TIMUR : PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2.2
Sejarah
Pulau Bali
Penghuni
pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.
Peninggalan peralatan baru dari masa tersebut ditemukan di Desa Cekik yang
terletak dibagian Barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan
datangnya ajaran hindu dan tulisan sansekerta dari India pada 100 SM.
Kebudayaan Bali kemudina mendapat pengaruh kuat dari kebudayaa India yang
prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (Pulau Bali)
mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang
dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 931 M dan menyebutan kata Walidwipa.
Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi
mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293-1500 AD) yang beragama
Hindu dan berpusat di Pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali
sekitar 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring
datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam nusantara yang antara lain
menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan
masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari pulau Jawa ke pulau Bali.
2.3
Budaya Bali
2.3.1
Pakaian Daerah
Pakaian
daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas
kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik
dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin, dan umur penggunanya.
Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana
dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
Busana
tradisional pria umumnya terdiri dari :
1.
Udeng (ikat kepala)
2.
Kain kampuh
3.
Umpal (selendang
pengikat)
4.
Kain wastra (kemben)
5.
Sabuk
6.
Keris
7.
Berbagai ornamen
perhiasan
Busana
tradisional wanita umumnya terdiri dari :
1.
Gelung (sanggul)
2.
Sesenteng (kemben
songket)
3.
Kain wastra
4.
Sabuk prada (stragen),
membelit pinggul dan dada
5.
Selendang songket bahu
ke bawah
6.
Kain tapih atau
sinjang, disebelah dalam
7.
Beragam ornemen
perhiasan tambahan
2.3.2
Musik
Musik
tradisional bali memliki kesamaan dangan musik tradisional di banyak daerah
lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik
tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan
gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon
menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki
keunikkan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan
serunding dan gamelan semar pegulingan. Terdapat bentuk modern dari musik
tradisional bali, misalnya gamelan gong kebyar yang merupakan musik tarian yang
dikembangkan pada masa penjajahan belanda serta joged bumbung yang mulai
populer di bali sejak tahun 1950-an. Umunya musik bali merupakan kombinasi dari
berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon).
2.3.3
Seni Tari
Seni
tari Bali umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu Wali atau
seni pertunjukkan sakral, Bebali atau seni tari pertunjukkan untuk upacara dan
juga untuk pengunjung dan Balih-balihan atau seni tari untuk hiburan
pengunjung.
Salah
satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun
1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies
menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sangyang dan bagian-bagian kisah Ramayan
dan memperkenalkan tarian ini saat keliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
2.3.4
Senjata Tradisional
1. Keris
2. Tombak
3. Tiuk
4. Taji
5. Kandik
6. Caluk
7. Arit
8. Udud
9. Geleweng
10. Trisula
11. Panah
12. Penampad
13. Garot
14. Tulud
2.3.5
Rumah Adat
Rumah
Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur
tata letak ruangan dan bangunan, layaknya feng shui dalam budaya China).
Menurut
filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek Pawongan, Pelemahan, dan Parahyangan.
Untuk
itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang
biasa disebut Tri Hita Karana.
Pawongan
merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik
antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada
umunya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan,
berupa ukiran, peralatan, serta pemberian warna. Ragam hias tersebut,
mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan
penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga
berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
2.4
Penduduk Bali
Jumlah
penduduk Bali menurut sensus penduduk
tahun 2000 adalah 6.999 yang tersebar di 9 kabupaten dan kota. Empat sensus
sebelumnya mencatat jumlah penduduk bali beturut-turut sebagai berikut : pada
sensusu 1995 adalah 2.904.828 orang, pada sensus 1971 turun menjadi 2.120.091
orang, sensus 1980 mencatat 2.469.930 orang dan sensus 1990 meningkat menjadi
2.777.356 orang
Perbedaan
ciri dan potensi antar kebupaten/kota menyebabkan tidak meratanya persebaran
penduduk Bali di semua kabupaten dan kota. Kabupaten Buleleng dan kota Denpasar
menempati status jumlah wilayah dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 17,74% (Buleleng)
dan 13,92% (Denpasar) dari seluruh penduduk Bali.
Dalam
hal kepadatan penduduk, kota Denpasar menempati urutan pertama dengan angka
kepadatan 4.295 orang/km2. Artinya dengan luas wilayah seluas 123.98
kms, kota Denpasar dihuni oleh 532.440 orang. Diurutan kedua adalah kabupaten Gianyar
dengan kepadatan 1.068 orang/km2. Adapun kepadatan paling rendah
terdapat kabupaten Jimbaran. Dengan wilayah seluas 841.80 km2 ,
kabupaten ini hanya dihuni 217.199 orang. Selain berdomisili di provinsi Bali,
penduduk Bali juga tersebar di berbagai provinsi di Indonesia baik sebagai
transmigran atau sebagai penduduk pendatang yang bekerja di kota-kota besar
lainnya, terutama di pulau Jawa.
Sebagai
suatu komunitas, penduduk Bali terikat pada segi-segi kehidupan sosial dan
budaya yang olah masyarakat Bali disebut sebagai Tri Hita Karana yaitu
kewajiban menjalankan kehidupan spiritual, (parahyangan) sebagai atma (jiwa),
kewajiban memelihara pemukiman dan lahan (pelemahan), sebagai angga (arga), dan
kewajiban melakoni kehidupan bermasyarakat dalam suatu ikatan aturan (pawongan)
sebagai khaya (tenaga).
2.5
Filosofi
Pakaian Khas Bali
2.5.1
Kelengkapan Pakaian Adat Bali
Kelengkapan pakaian adat Bali terdiri
dari beberapa item. Item tersebut antara lain kamen untuk pria, songket untuk
pria dan wanita, udeng untuk pria dan sanggul lengkap dengan tiaranya untuk
wanita. Disamping itu laki-laki Bali menyematkan keris, sedangkan wanita
membawa kipas sebagai pelengkapnya.
2.5.2
Filosofi Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali memiliki nilai
filosofi yang dalam. Filosofi pakaian adat Bali dalam hampir sama dengan
kebanyakan pakaian adat daerah lain dalam beberapa hal, akan tetapi karena Bali
juga merupakan salah satu tempat yang sudah mendunia dan disakralkan, maka
filosofi pakaian adat Bali kini menjadi penting dalam eksistensinya. Pakaian
adat Bali mempunyai standardisasi dalam kelengkapannya.
Pakaian
adat Bali lengkap umumnya dipakai pada upacara adat/keagamaan atau upacara
perayaan besar. Sedangkan pakaian adat madya dipakai saat melaksanakan ritual
sembahyang harian atau saat menghadiri acara yang menggembirakan seperti
contohnya ketika pesta kelahiran anak, kelulusan anak, sukses memperoleh panen,
atau penyambutan tamu.
Filosofi
pakaian adat Bali pada dasarnya bersumber pada ajaran Sang Hyang Widhi, yakni
Tuhan yang diyakini memberikan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat
Hindu yang mempercayainya.
Setiap
daerah memiliki ornamen berbeda yang memiliki arti simbolis dalam pakaian
adatnya masing-masing. Meskipun demikian, pakaian adat Bali pada dasarnya
adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. Pakaian ini juga
seringkali dipakai untuk membedakan tingkat kasta, yang merupakan buatan
manusia itu sendiri. Di hadapan Maha Pencipta, manusia semua adalah sama
derajatnya. Selain sebagai wujud penghormatan kepada sang pencipta, pakaian
adat Bali merupakan suatu bentuk penghormatan kepada pengunjung/tamu yang
datang. Ini adalah sesuatu yang umum, mengingat jika anda sebagai tamu maka
akan merasa terhormat jika disambut oleh pemilik rumah yang berpakaian bagus
dan rapi.
2.6
Pakaian Adat Bali
Pakaian
adat Bali dilihat sekilas terkesan sama. Sebenarnya pakaian adat Bali sangat
bervariasi. Dengan melihat pakaian adat Bali yang dikenakan seseorang dalam
suatu acara, bisa dilihat status ekonomi dan status pernikahannya. Namun,
tak dapat dipungkiri bahwa pakaian adat Bali memiliki keanggunan dan citra
tersendiri.
Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum dikenakan oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan. Kedua, pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat untuk aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri. Mereka memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan dewasa (sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel). Busana Agung adalah pakaian adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang satu ini biasanya dipakai pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung tempat, waktu dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain tersebut sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau dodot yang dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih untuk mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga terkadung nilai – nilai filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.
Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum dikenakan oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan. Kedua, pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat untuk aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri. Mereka memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan dewasa (sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel). Busana Agung adalah pakaian adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang satu ini biasanya dipakai pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung tempat, waktu dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain tersebut sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau dodot yang dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih untuk mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga terkadung nilai – nilai filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Metode
penelitian yang penulis gunakan adalah wawancara kepada masyarakat desa
Penglipuran.
3.2
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian karya tulis ini meliputi : Variabel X dan Variabel Y. Dimana
variabel X penelitian ini adalah Pengaruh Cara Berpakaian Wisatawan Asing,
sedangkan variabel Y yaitu Cara Berpakaian Masyarakat Desa Wisata Penglipuran.
Kedua variabel ini dimuat dalam judul karya tulis Pengaruh Cara Berpakaian
Wisatawan Asing Terhadap Cara Berpakaian Masyarakat Desa Wisata Penglipuran.
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat
penelitian yang penulis pilih adalah Desa Penglipuran yang berlokasi di
kelurahan Kubu, kecamatan Bangli, kabupaten Bangli, Provinsi Bali,dan waktu
penelitian adalah hari Jumat 18 Desember 2014.
3.4
Sampel Penelitian
Penelitian
ini ditujukan kepada masyarakat desa penglipuran. Mengingat banyaknya penduduk
di Desa Penglipuran, maka peneliti hanya mengambil 6 orang sampel.
3.5
Teknik Pengambilan Data
Data
peneltian ini berupa wawancara dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan.
Wawancara tersebut akan ditanyakan pada sampel penelitian pada hari meneliti
untuk kemudian di proses sebagai pelaksanaan pengolahaan data.
3.6 Teknik Pengolahan Data
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian
yang penulis susun mengambil tempat yaitu Desa Wisata Penglipuran. Alasan
penulis memilih tempat penelitian tersebut karena menyesuaikan dengan jadwal
study tour kami dan tidak sempat mengunjungi tempat lainnya. Selain itu penulis
juga tertarik dengan keindahan dan keunikan desa wisata penglipuran.
Desa Penglipuran alah satu desa adat yang masih terpelihara
keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih terlihat di berbagai
sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak jelas. Perbedaan desa adat
Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah tata ruang yang sangat
teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan dengan bentuk
fasad rumah yang seragam dalam hal bentuk sehingga keseluruhan desa ini tampak
rapi dan teratur.
Selain sebagai identitas, keberadaan Desa Adat Penglipuran adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan objek untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari melalui penelitian terhadap kondisi desa, baik secara struktural maupun tatanan sosial.
LOKASI OBJEK
Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan bangli, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur. Berdasarkan data tahun 2001 yang dihimpun pemerintah, Desa Adat Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 1,12 Ha.
Untuk menuju desa ini dapat dicapai melalui sisi timur Desa Bangli, yakni Jalan Raya Bangli – Kintamani, maupun dari sisi utara desa, yakni Jalan Kintamani Kayuambua – Bangli.
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENGLIPURAN
Memiliki kepala lingkungan yang disebut Wayan Kajeng dan kepala adat yang disebut Wayan Supat. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani bambu yang ladangnya terletak di sebelah barat desa. Daerah ini merupakan penghasil bambu terbanyak di pulau Bali. Selain sebagai petani, juga sebagai pengrajin anyam-anyaman dari bambu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Wayan Supat, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Penglipuran pada tahun 2010 adalah 225 keluarga yang diwakili oleh 76 dewan desa di dalam lembaga pemerintahan.
Jumlah warga (krama) Desa Adat Penglipuran yang sebanyak 76 orang tersbut disebut sebagai warga/krama desa pengarep. Krama desa pengarep ini bertanggungjawab penuh terhadap pembangunan fisik dan non fisik di desa ini. Jumlah ini juga yang menjadi jumlah tapak rumah di dalam Desa Penglipuran.
Selain lembaga adat, masyarakat Penglipuran juga aktif dalam kegiatan PKK, Arisan, Posyandu, Pokdarwis (kelompok Sadar Wisata). Kegiatan PKK dilakukan setiap tanggal 6 dengan kegiatan simpan pinjam, sosialisasi mengenai upaya peningkatan pendapatan rumah tangga, gizi dll.
Jika ada orang asing yang ingin tinggal di Desa Penglipuran (untuk menetap atau hanya sementara), maka harus ada seorang warga asli Penglipuran yang bertanggung jawab atas keberadaan orang tersebut selama berada di dalam lingkungan Desa Adat Penglipuran. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya perusakan budaya setempat oleh kehadiran orang asing yang tinggal di dalam desa.
Sama seperti masyarakat Bali lainnya, penduduk Penglipuran juga menganut sistem kasta. Seluruh warga Desa Adat Penglipuran beragama Hindu dengan kasta Sudra (kasta terendah dalam sistem kasta di Bali), tetapi keadaan ini tidak membuat warganya berkecil hati. Hal ini menjadi motivasi bagi warga Desa Penglipuran untuk menunjukkan eksistensinya sebagai desa adat tradisonal yang bisa menjadi objek wisata.
Kegiatan sembahyang warga desa dilakukan 3 kali sehari di Pura Sanggah yang berada di dalam rumah masing-masing warga. Pada saat Purnama Tilem sembahyang dilakukan bersama-sama oleh seluruh penduduk desa di Pura Puseh atau Pura Dalem yang terletak di bagian utara desa.
Untuk menjaga kebersihan diadakan kegiatan pembersihan lingkungan satu bulan sekali setiap tanggal 15. Hal ini juga sebagai penerapan ajaran Tri Hitakarana, yaitu manusia selaras dengan Tuhan, manusia selaras dengan sesama manusia, dan manusia selaras dengan alam. Keselarasan antar sesama manusia diwujudkan dalam kegiatan ungkeman, atau arisan dalam bahasa kita. Ungkeman didakan sebulan sekali dengan tuan rumah yang bergiliran.
Setiap rumah diwajibkan memelihara anjing karena anjing dianggap sebagai sahabat setia manusia. Hal ini berdasar pada legenda Asudewa, anjing Dharmawangsa yang tetap setia menemaninya membuat kisah-kisah sastra. Dharmawangsa merupakan anggota keluarga Pandhawa. Pada saat perang anjing juga setia menemani Pandhawa berperang, sehingga Pandhawa memerintahkan setiap keturunannya wajib memelihara anjing. Penduduk dilarang mengkonsumsi daging anjing. Namun pada beberapa kegiatan, anjing dikorbankan dan dimakan dengan filosofi memberi tempat yang lebih baik pada sahabatnya.
Selain sebagai identitas, keberadaan Desa Adat Penglipuran adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan objek untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari melalui penelitian terhadap kondisi desa, baik secara struktural maupun tatanan sosial.
LOKASI OBJEK
Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan bangli, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur. Berdasarkan data tahun 2001 yang dihimpun pemerintah, Desa Adat Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 1,12 Ha.
Untuk menuju desa ini dapat dicapai melalui sisi timur Desa Bangli, yakni Jalan Raya Bangli – Kintamani, maupun dari sisi utara desa, yakni Jalan Kintamani Kayuambua – Bangli.
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENGLIPURAN
Memiliki kepala lingkungan yang disebut Wayan Kajeng dan kepala adat yang disebut Wayan Supat. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani bambu yang ladangnya terletak di sebelah barat desa. Daerah ini merupakan penghasil bambu terbanyak di pulau Bali. Selain sebagai petani, juga sebagai pengrajin anyam-anyaman dari bambu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Wayan Supat, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Penglipuran pada tahun 2010 adalah 225 keluarga yang diwakili oleh 76 dewan desa di dalam lembaga pemerintahan.
Jumlah warga (krama) Desa Adat Penglipuran yang sebanyak 76 orang tersbut disebut sebagai warga/krama desa pengarep. Krama desa pengarep ini bertanggungjawab penuh terhadap pembangunan fisik dan non fisik di desa ini. Jumlah ini juga yang menjadi jumlah tapak rumah di dalam Desa Penglipuran.
Selain lembaga adat, masyarakat Penglipuran juga aktif dalam kegiatan PKK, Arisan, Posyandu, Pokdarwis (kelompok Sadar Wisata). Kegiatan PKK dilakukan setiap tanggal 6 dengan kegiatan simpan pinjam, sosialisasi mengenai upaya peningkatan pendapatan rumah tangga, gizi dll.
Jika ada orang asing yang ingin tinggal di Desa Penglipuran (untuk menetap atau hanya sementara), maka harus ada seorang warga asli Penglipuran yang bertanggung jawab atas keberadaan orang tersebut selama berada di dalam lingkungan Desa Adat Penglipuran. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya perusakan budaya setempat oleh kehadiran orang asing yang tinggal di dalam desa.
Sama seperti masyarakat Bali lainnya, penduduk Penglipuran juga menganut sistem kasta. Seluruh warga Desa Adat Penglipuran beragama Hindu dengan kasta Sudra (kasta terendah dalam sistem kasta di Bali), tetapi keadaan ini tidak membuat warganya berkecil hati. Hal ini menjadi motivasi bagi warga Desa Penglipuran untuk menunjukkan eksistensinya sebagai desa adat tradisonal yang bisa menjadi objek wisata.
Kegiatan sembahyang warga desa dilakukan 3 kali sehari di Pura Sanggah yang berada di dalam rumah masing-masing warga. Pada saat Purnama Tilem sembahyang dilakukan bersama-sama oleh seluruh penduduk desa di Pura Puseh atau Pura Dalem yang terletak di bagian utara desa.
Untuk menjaga kebersihan diadakan kegiatan pembersihan lingkungan satu bulan sekali setiap tanggal 15. Hal ini juga sebagai penerapan ajaran Tri Hitakarana, yaitu manusia selaras dengan Tuhan, manusia selaras dengan sesama manusia, dan manusia selaras dengan alam. Keselarasan antar sesama manusia diwujudkan dalam kegiatan ungkeman, atau arisan dalam bahasa kita. Ungkeman didakan sebulan sekali dengan tuan rumah yang bergiliran.
Setiap rumah diwajibkan memelihara anjing karena anjing dianggap sebagai sahabat setia manusia. Hal ini berdasar pada legenda Asudewa, anjing Dharmawangsa yang tetap setia menemaninya membuat kisah-kisah sastra. Dharmawangsa merupakan anggota keluarga Pandhawa. Pada saat perang anjing juga setia menemani Pandhawa berperang, sehingga Pandhawa memerintahkan setiap keturunannya wajib memelihara anjing. Penduduk dilarang mengkonsumsi daging anjing. Namun pada beberapa kegiatan, anjing dikorbankan dan dimakan dengan filosofi memberi tempat yang lebih baik pada sahabatnya.
4.2 Deskripsi Data
Penelitian
ini mengambil data dengan cara wawancara yang memiliki pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
4.2.1
Wawancara dengan Kepala Lingkungan Wayan Kajeng :
- Pakaian yang dipakai sehari-hari orang
Bali.
~ biasanya kaos dan
celana, tergantung kebutuhannya
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja : tergantung
bekerjaannya biasanya (kemeja/kaos/celana panjang)
~ sekolah:biasanya
selalu berseragam seperti anak sekolah biasanya
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain songket dan aksesoris tambahan
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket, aksesoris tambahan
- Dari
umur berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~biasanya seumuran Sd
- Warna
baju saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita :yang
diwajibkannya berwarna kuning atau berwarna putih utuk upacara adat yang
penting
~ pria : yang
diwajibkannya berwarna putih, dengan
kainnya batik Bali
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ kalau untuk pakaian
sehari-hari jelas terpengaruh, tetapi pakaian adat yang formal jelas sekali
masih asli.
4.2.2
Wawancara dengan Bli Kadek :
- Pakaian yang dipakai sehari-hari orang
Bali.
~ biasanya kaos dan
celana, untuk sehari-hari saja
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja :
kemeja/kaos/celana panjang
~ sekolah:seragam sekolah
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain.
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket.
- Dari umur
berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~tergantung orang
tuanya
- Warna baju
saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita : berwarna
kuning atau berwarna putih utuk upacara adat yang penting
~ pria : yang
diwajibkannya berwarna putih dan kuning, dengan
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ tidak berpengaruh sama
sekali
4.2.3
Wawancara dengan Mbok Dewi :
- Pakaian
yang dipakai sehari-hari orang Bali.
~ biasanya kaos dan
celana, untuk sehari-hari saja
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja :
kemeja/kaos/celana panjang
~ sekolah:seragam sekolah biasa
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain.
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket.
- Dari
umur berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~tergantung orang
tuanya (biasanya seumuran anak SD)
- Warna
baju saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita : berwarna
kuning atau berwarna putih
~ pria : yang
diwajibkannya berwarna putih dan kuning
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ tidak berpengaruh
sama sekali, apalagi kalau pakaian daerah dan adatnya
4.2.4
Wawancara dengan Meme Wati :
- Pakaian
yang dipakai sehari-hari orang Bali.
~ biasanya celana pedek
ajah sama kaos
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja : tergantung
pekerjaannya
~ sekolah:seragam sekolah biasa
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain.
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket
- Dari
umur berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~ biasanya udah ada
kain buat anak kecil, tapi diwajibkannya umur 6 tahunan
- Warna
baju saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita : kuning atau
putih
~ pria : putih
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ tidak berpengaruh
sama sekali untuk pakaian adatnya.
4.2.5
Wawancara dengan Bapak I Wayan
:
- Pakaian
yang dipakai sehari-hari orang Bali.
~ kaos dan celana
pendek
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja : biasanya
kemeja dan celana bahan biasa
~ sekolah:seragam sekolah
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain.
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket
- Dari
umur berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~ diwajibkannya umur 6
tahunan
- Warna
baju saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita : kuning atau
putih
~ pria : putih
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ berpengaruh sedikit
untuk pakaian sehari-hari.
4.2.6
Wawancara dengan Ade I Nyoman :
- Pakaian
yang dipakai sehari-hari orang Bali.
~ celana sama kaos
- Pakaian
yang dipakai pada saat pergi kerja/ sekolah.
~ kerja : kemeja sama
celana panjang
~ sekolah:seragam sekolah
- Pakaian
yang dipakai saat sembahyang (wanita/pria)
~wanita :
kemben,stragen (membelit dada dan pinggul), kain.
~ pria : udeng/ikat
kepala, umpal (selendang pengikat), sabuk, kain songket
- Dari
umur berapa memakai baju adat untuk sembahyang
~ 6 tahun
- Warna
baju saat sembahyang yang diwajibkan (wanita/pria)
~wanita : kuning atau
putih
~ pria : putih atau
kuning
- WNA/WNI
yang datang membawa pengaruh atau tidak untuk pakaian yang dipakai
sehari-hari pada masyarakat Bali?
~ tidak berpengaruh
sama sekali untuk pakaian adatnya, tapi pakaian
sehari-hari sangat berpengaruh.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi
data dan hasil analisis data dapat di simpulkan bahwa masyarakat Desa
Penglipuran hampir semua mengikuti arus modern yang ada, yaitu terlihat dari
pakaian sehari-hari yang mereka pakai sehari-hari. Tetapi untuk pakaian adat
dan pakaian daerah Bali sendiri masih asli dan tidak terpengaruh oleh budaya
asing.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan
di atas kami memberikan saran agar :
a. Masyarakat
Desa Penglipuran menghimbau kepada masyarakat wisatawan asing untuk berpakaian
yang sopan selama berkunjung ke Desa Wisata Penglipuran.
b. Masyarakat
Desa Wisata Penglipuran untuk tetap menjaga dan melestarikan pakaian adat dan
pakaian daerah yang sudah ada semenjak turun-menurun.
LAMPIRAN
![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
![]() |
BIODATA PENULIS
NAMA : Annisa
Dievy Nafilah
TEMPAT TANGGAL LAHIR :
Jakarta, 20 Mei 1997
ALAMAT :
JALAN AYAT NO 54 RT/RW 10/01 PEJATEN BARAT, PASAR MINGGU, JAKARTA SELATAN, DKI
JAKARTA
EMAIL :
dievypercikannisa@gmail.com
NAMA :
Bagas Putra Pratama Widianto
TEMPAT TANGGAL LAHIR :
Jakarta, 16 Agustus 1997
ALAMAT :
EMAIL :
bagasppw@yahoo.com
NAMA :
Bonita Mega Melina
TEMPAT TANGGAL LAHIR :
Jakarta, 21 Mei 1997
EMAIL :
bonita2429e@gmail.com
ALAMAT :
Jl. Srengseng sawah Gg.R Rt 004/03 No:9
NAMA :
Dian Anggreni
TEMPAT TANGGAL LAHIR :
Padang 16 Februari 1998
EMAIL :
dynpercik@yahoo.co.id
ALAMAT :
JALAN KEMUNING II NO 53 RT/RW 08/06 PEJATEN TIMUR, PASAR MINGGU, JAKARTA
SELATAN, DKI JAKARTA
NAMA :
Dinuriyah Badas Nunggalan
TEMPAT TANGGAL LAHIR :
Jakarta, 18 September 1997
EMAIL :
dinuriyahbadas@gmail.com
ALAMAT :JALAN
KALIBATA TIMUR 3 RT/RW 05/008 KALIBATA, KALIBATA , JAKARTA SELATAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar