Konflik
Antar Suku di Papua dan Peran Pemuda
Dalam
Penyelesaiannya
Makalah ini
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Ilmu Sosial Dasar
Disusun
Oleh :
Annisa
Dievy Nafilah
Kelas
1TA03
NPM
10315862
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu dalam rangka
melengkapi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar yang berjudul Konflik Antar Suku
di Papua dan Peran Pemuda Dalam Penyelesaiannya. Atas dukungan moral dan
materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
2. Ayah dan Bunda tercinta
3. Bapak Emilianshah Banowo selaku dosen pengajar
Ilmu Sosial Dasar
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belumlah sempuna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnakan makalah
ini.
Jakarta,
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah suatu Negara yang banyak
mempunyai beraneka ragam suku,etnis,ras dan agama. Banyak sekali kekayaan alam
yang tersebar di Sabang sampai Merauke. Tidak hanya kaya akan alam tetapi
Indonesia juga kaya akan budayanya berupa suku, etnis, ras, dan berbagai agama
(SERA) yang berbeda – beda dan setiap daerah mempunyai budaya masing-masing.
Suku-suku di daerah pedalaman Indonesia masih kental akan warisan nenek moyang
mereka, yang dijaga dan dilestarikan secara turun temurun dari jaman dulu
sampai saat ini. Semua keragaman yang ada di Indonesia tercipta dari kehidupan
sehari-hari yang dijalani oleh masyarakat, sehingga muncul berbagai variasi
baru dalam bentuk budaya, baik hasil dari penciptaaan budaya baru maupun dari
kebiasaan masyarakat. Ada nilai positif dan negatif dari keanekaragaman yang
ada di Indonesia. Sisi positifnya adalah Indonesia akan penuh dengan keragaman
budaya, karena tidak semua Negara mempunyai keanekarageman seperti yang ada di
Indonesia.Sisi negatifnya adalah rawan terjadi konflik di kalangan masyarakat.
Hal ini perlu perhatian serius dari semua kalangan karena jika tidak dipandang
secara serius, akan terjadi konflik yang berujung pada tindak kekerasan sampai
pembunuhan. Jika terjadi konflik di kalangan masyarakat secara terus menerus,
tentunya akan menurunkan citra Indonesia di mata internasional serta mengancam
ketahanan nasional.Bukan hanya ketahanan yang akan terancam tetapi persatuan
dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia juga akan terpecah sehingga
mengakibatkan banyak Negara yang akan memanfaatkan keadaan tersebut. Konflik
yang terjadi di Papua harus segera di selesaikan dan dipastikan tidak ada
perbedaan yang akan menimbulkan suatu konflik. Oleh karena itu, pemahaman
tentang “Bhinneka Tunggal Ika” masih harus di tanamkan kepada setiap
warganegara Indonesia agar tidak terjadi perpecahan. Dan ini menjadi tanggung
jawab kita semua sebagai warga Negara Indonesia bukan hanya pemerintah saja.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah definisi konflik dan suku ?
2.
Bagaimanakah konflik yang terjadi antar suku di Papua ?
3.
Apakah penyebab konflik itu terjadi ?
4.
Bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi di Papua ?
5.
Bagaimana peran pemuda dalam menghadapi konflik ?
I.3 Maksud dan Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulis menyusun
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui dan memahami pengetahuan
konflik dan penyebab konflik
2.
Mengetahui bagaimana konflik antar
suku muncul di suatu Negara
3.
Memberikan solusi untuk konflik
antar suku
4.
Memperoleh analisis dari hasil penelitian konflik antar suku
5.
Mengetahui dan memahami peran
generasi muda dalam suatu konflik
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Konflik dan Suku
a. Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin Configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik
menurut beberapa ahli.
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan
Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku
dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437),
hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat
pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja
sama satu sama lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan
konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika
mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum
konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan
bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi
kenyataan.
4.
Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik
ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan
stres.
5.
Menurut Minnery (1985), Konflik
organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.
Konflik dalam organisasi sering
terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan
respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak
lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
Jadi,
kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah konflik bias diartikan sebagai;
interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung
namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari
pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan
terhadap tindakan tersebut.
Implikasi
dari definisi konflik adalah :
a. Konflik
dapat terjadi di dalam atau di luar sebuah system kerja peraturan.
b. Konflik
harus disadari oleh setidaknya salah satu pihak yang terlibat dalam konflik
tersebut.
c. Keberlanjutan
bukan suatu hal yang penting karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah
tercapai
d. Tindakan
bisa jadi menahan diri dari untuk tidak
bertindak
b. Definisi Suku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa :
Suku--bangsa kesatuan sosial
yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan
identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa;
Selain itu juga ada pendapat lain
yang berusaha men-definisikan mengenai apa itu suku bangsa:
Dikutip
dari id.wikipedia.org Kelompok etnik atau suku
bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya
dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh
pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh
kesamaan budaya,bahasa,agama,perilaku atau ciri-ciri biologis.
Menurut Koentjaraningrat (1989), suku bangsa
merupakan kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem
interaksi, sistem norma yang mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas
dan rasa identitas yang mempersatuan semua anggotanya serta memiliki system
kepemimpinan sendiri.
Menurut Theodorson dan Theodorson yang dikutip
oleh Zulyani Hidayah (1999), kelompok etnik adalah suatu kelompok sosial yang
memiliki tradisi kebudayaan dan rasa identitas yang sama sebagai bagian dari
kelompok masyarakat yang lebih besar.
Jadi kesimpulan
dari definisi diatas ialah suku bangsa sebagai kesatuan hidup manusia
yangmemiliki kebudayaan dan tradisi yang unik, membuat mereka mereka memiliki
identitas khusus dan berbeda dengan kelompok lainnya, dan suku bangsa
merupakan bagian dari populasi yang lebih besar yang disebut dengan bangsa.
II.2 Konflik Antar Suku di Papua
Beberapa tahun belakangan media di
Indonesia, baik lokal maupun nasional memberitakan mengenai konflik antarsuku
yang terjadi di Papua. Timika sering diplesetkan Tiap Minggu
Kacau. Bukan Timika jika tak ada kekacauan, bentrok ataupun
kerusuhan. Masih segar dalam ingatan kita bahwa di
Timika selalu terjadi konflik antarsuku. Konflik antara PT Freeport
Indonesia (PT FI) dengan warga setempat juga turut mewarnai tragedi konflik di
daerah itu. Sebagai contoh kerusuhan yang terjadi Tahun
1996. Kerusuhan yang telah menelan korban jiwa pada masyarakat sipil
dan korban materil yang tak terhitung jumlahnya. Saat itu, pihak
perusahaan menggunakan jasa aparat keamanan untuk menembaki, memperkosa,
meneror dan mengancam warga Papua. Konflik di Timika pula yang akhirnya
menghasilkan pemberian dana 1 persen dari pendapatan bersih PT FI pertahun
untuk Masyarakat Amungme dan Kamoro. Walaupun kini dana 1 persen itu lebih
banyak digunakan untuk kepentingan PT FI sendiri.
Konflik berikutnya yang terjadi di
Timika yakni antara masyarakat dengan pemerintah. Sebagai contoh kerusuhan
menyikapi rencana pemerintah pusat untuk pemekaran Provinsi Papua Tengah dengan
Ibu Kota di Timika. Konflik ini terjadi pada tahun 2004 yang
menyebabkan 4 warga sipil tewas terkena panah. Konflik yang selalu
terjadi di Timika juga antara masyarakat dan masyarakat. Contoh
kasus misalnya konflik saling menyerang antara Suku Dani dan Suku
Damal. Bahkan dalam catatan telah sepuluh kali terjadi di
Timika. Seperti konflik antara Suku Dani dan Damal di Kwamki Lama
dan juga konflik berlanjut di Banti dan Kimbeli di Tembagapura dekat PT FI mengeksploitasi
emas, tembaga dan mineral ikutan lainnya. Konflik selanjutnya adalah
antara aparat keamanan dan warga sipil. Contoh kasus, antara warga
sipil yang berasal dari Suku Key dan Pihak Kepolisian. Konflik ini
juga telah melumpuhkan aktivitas Kota Timika. Dalam konflik ini satu warga
sipil tewas tertembak. Konflik selanjutnya yang sering terjadi di
Timika adalah antara aparat keamanan sendiri. Contoh kasus seperti Aparat
TNI saling melakukan penyerangan terhadap Aparat Kepolisian. Aparat TNI menyerang
Pos Polantas di Timika Indah. Dalam konflik ini sejumlah pihak mengalami
kerugian. Contoh konflik-konflik tersebut selalu terjadi di Timika
dan telah membuka peluang untuk timbul lagi konflik lama karena dalam
proses penyelesaian tak pernah tuntas. Keadilan dalam penyelesaian
kasus konflik bagai panggang jauh dari bara.
Contoh kasus penyelesaian perdamaian
misalnya ketika penyelesaian denda adat antara Suku Dani dan Damal. Denda adat
terkumpul Rp 2 Miliar. Uang sebanyak itu diperoleh melalui bantuan perusahaan
yang beroperasi di Timika dan pemerintah setempat. Juga diperoleh
dari hasil usaha pihak-pihak yang bertikai. Dana sebanyak itu bukan
untuk membayar musuh atau pihak lawan tetapi pihak untuk membayar keluarga
korban dalam sukunya sendiri. Akhirnya dendam antara suku-suku yang
bertikai masih terus berlanjut. Jika Aparat Polisi tak
mengungkap siapa pelaku penembakan dan juga jika tak diberikan hukuman
setimpal, maka dendam masih berlanjut. Jika dilihat secara seksama,
maka konflik di Timika lebih intensif dibanding konflik yang terjadi kota-kota
lainnya di Papua. Hal ini terjadi mungkin saja karena ada aktor yang ‘bermain’
di balik konflik antarsuku di Papua.
II.3 Penyebab Konflik Antar Suku di
Papua
Perang suku atau lebih tepat disebut
pertikaian antarsuku merupakan salah satu bentuk konflik yang lazim terjadi
dalam kehidupan di Papua, setidaknya sampai tahun 1987. Pada sepuluh
tahun belakangan ini, tampak ada gejala timbulnya pertikaian antarsuku dalam
bentuk yang lebih kompleks, sebagai contoh sebagaimana kejadian di Timika yang
banyak dimuat dalam berbagai berita media massa cetak maupun elektronik pada
akhir tahun 2006. Gejala timbulnya pertikaian antar suku-suku di
Papua kini bukan hanya akibat struktur sosial budaya setempat, melainkan bisa
terjadi akibat mengakarnya faham kago (ratu adil) yang secara psikologis
membentuk perilaku konflik ketimpangan pembangunan dan kehidupan sosial
ekonomi. Analisis konflik sosial dan penanganannya dibangun dari
sebuah teori psikologi sosial dengan pendekatan antropologi yang sederhana
tetapi diperkuat dengan penjelasan asal mula terjadinya perbedaan kepentingan
yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang berkonflik serta konsekuensinya
terhadap pemilihan strategi penanganan pertikaian. Hal ini didasarkan pada
kerangka pikir tentang dampak kondisi sosial budaya terhadap perilaku sosial.
Beberapa penyebab terjadinya konflik di Papua antara lain :
1. Banyaknya
warga pendatang baru yang berasal dari luar Papua.
Timika sebagai daerah perusahaan
merupakan magnet bagi para imigran yang datang dari luar Papua untuk mencari
kehidupan yang lebih layak dengan mencari pekerjaan di
Timika. Lantaran adanya perusahaan asing bertaraf internasional yang
kini mampu menampung karyawan sebanyak 19.000 orang. Belum lagi banyaknya
karyawan di sejumlah perusahaan swasta maupun pemerintahan di Timika yang
didominasi warga pendatang. Kondisi ini menggambarkan bahwa jumlah
Warga Luar Papua yang masuk ke Timika lebih dari angka 200an/hari.
Hal ini pernah diakui oleh Kepala Distrik Mimika Baru, James
Sumigar S.Sos kepada wartawan, setiap hari warga pendatang baru yang mengurus
Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Distrik Mimika Baru sebanyak 200 orang (Papua
Leading News Portal). Lantaran animo Warga Luar Papua yang datang ke
Timika sangat tinggi, maka jangan heran jika konflik antara sesama warga Timika
selalu terjadi. Selain itu Timika sebagai kota perusahaan dengan alasan
pengamanan alat vital milik PT FI maka pemerintah pusat selalu
mengirim pasukan dalam jumlah tertentu. Oleh karena
itu, tak jarang terjadi konflik baik antara aparat keamanan dengan warga
sipil maupun antara aparat keamanan sendiri. Timika juga dikenal
dengan daerah perputaran uang paling tinggi. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008 di Kabupaten Mimika sebesar Rp 2 Triliun
(Papua Leading News Portal). Dana sebanyak itu harus dihabiskan
dalam waktu tak lebih dari enam bulan. Banyaknya uang yang beredar
di Timika juga menjadi penyebab terjadinya konflik. Belum lagi jika
PT FI memberikan 1 persen kepada Suku Amungme dan Kamoro dalam jumlah ratusan
miliar rupiah per tahun, walaupun tak semua Orang Amungme dan Kamoro
menikmatinya. Bahkan hidupnya mereka sangat miskin dan
melarat.
2. Rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua
Faktor penyubur konflik lainnya
misalnya sektor pendidikan dan kesehatan yang tak berjalan
baik. Ibaratnya jika tingkat pendidikan baik maka masyarakat tak
mudah terpengaruh oleh rayuan provokator sehingga tak mudah timbul
konflik. Begitupun dengan kesehatan, jika warganya sehat dengan
asupan gizi yang cukup maka tak ada alasan bagi masyarakat setempat untuk
terlibat dalam konflik. Persoalan yang selalu menimbulkan
terjadinya konflik juga lantaran penjualan minuman keras (miras) yang tak
terkontrol. Sejumlah pengusaha beroperasi walaupun tak memiliki izin
penjualan dari pihak pemerintah daerah setempat. Terdapat juga miras
oplosan yang berbahaya bagi tubuh manusia. Dalam banyak kasus,
miras juga menjadi penyebab konflik yang berkepanjangan di
Timika. Namun hal ini tak pernah disikapi pemerintah daerah
setempat.
3. Kalangan
pemuda yang tidak menuruti ketua adat
Pada kasus konflik antara suku Dani
dan suku Damal, setelah ada korban meninggal kepala suku salah satu dari kedua
suku tersebut telah memberikan tanda damai. Namun beberapa kalangan anak muda
justru tidak mendengarkan perintah dari kepala suku. Akibatnya
terjadi konflik lagi karena dendam yang harus dibalaskan. Dalam
kondisi seperti ini, aparat keamanan diterjunkan untuk melerai konflik, namun
sering kali justru aparat keamanan yang ditudu menjadi penyebab karena mungkin
sudah geram dengan aksi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
4. Balas
dendam masih menjadi budaya di Papua
Sejumlah kasus kekerasan terjadi di
Papua, selain penembakan, perang antar suku juga kerap
terjadi. Polisi menengarai hal ini karena adanya dendam antar
kelompok. "Memang antar suku di Papua sering terjadi masalah kecil,
seperti masalah perbatasan dan lain-lain yang kecil-kecil. Maka
terjadi perselisihan antar mereka dan membawa sukunya untuk menyerang antar
suku sehingga terjadilah suatu benturan suku," ujar Kabareskrim
Mabes Polri Komjen Pol Sutarman usai rapat tentang Century dengan pimpinan DPR
dan anggota DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6/2012)
(detiknews). Untuk menghindari terjadinya perang antarsuku, mungkin
bisa saja menggunakan pendekatan pencegahan. Caranya adalah dengan menyampaikan
imbauan ke masyarakat agar menyelesaikan masalah tidak dengan cara
perang. "Karena memang budaya di sana menyelesaikan masalah
dengan cara-cara balas dendam, jadi banyak persoalan di Papua akhirnya
menimbulkan korban jiwa yang dibayar mahal antar kelompok," sambung
Sutarman. Tim dari Bareskrim Polri telah dikirim ke Papua untuk
mem-back up pasukan. Sementara itu pasukan telah disiagakan di sejumlah
wilayah seperti Mimika, Puncak Jaya, dan di beberapa daerah
lainnya. Sayangnya komunikasi dan transportasi di Papua cukup sulit,
sehingga jika terjadi bentrokan melibatkan banyak orang menjadi korban.
5. Profokasi
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
Peperangan antarsuku yang terjadi di
Papua salah satunya juga disebabkan karena ulah provokasi baik dari anggota
masyarakat suku ataupun orang yang tidak bertanggung jawab. Sebagai
contoh ketika warga dari suku Wamena menghancurkan pemukiman warga suku Yoka
karena warga suku Wamena terprovokasi dengan nada dering / ring
tone yang dibuat oleh seseorang dari suku Yoka. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat suku di Papua sangat mudah terprovokasi dengan isu-isu yang
ada dalam masyarakat. Apalagi budaya balas dendam masih menjadi hal
yang lumrah bagi mereka. Jika satu nyawa hilang, maka dibalas dengan
satu nyawa juga.
II.4 Solusi Penyelesaian Konflik di
Papua
Konflik di Papua terjadi hampir
beberapa tahun terakhir. Hal ini karena belum adanya penanganan secara tuntas
mengenai konflik itu sendiri, selain kendala sosial maupun geografis di Papua
tentunya. Kesadaran akan hukum dan kebersamaan masyarakat khususnya
masyarakat adat Papua yang masih rendah juga menyebabkan sulitnya penyelesaian
konflik secara tuntas. Namun, tidak ada salahnya mencoba dan terus
berusaha mencari solusi dan melakukan tindakan agar konflik
terselesaikan. Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat,
baik dari warga, pihak-pihak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga
pemerintah akan sedidik demi sedikit menyelesaikan
konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia. Pihak perusahaan
dapat memberikan kebijakan perusahaan kepada para karyawannya dengan lebih
demokratis. Sementara pemerintah dan aparat keamanan lebih membentuk
konsep peningkatan kewaspadaan dan kecepatan melerai konflik agar tidak meluas
dan berkelanjutan.
Apakah
ada cara yang dipandang paling efektif untuk menghentikan konflik?
Cara yang paling efektif adalah pertama melakukan upacara ritualnya harus sesuai dengan adat, artinya siapa yang berhak untuk memegang babi, yang bertugas memegang dan memanah. Itu harus dilakukan oleh orang-orang tertentu yang dipandang memiliki pengaruh kuat sehingga kecil kemungkinan kesepakatan perdamaian untuk dilanggar.
Selain itu, sumber-sumber yang menjadi bibit konflik seperti tanahnya yang direbut harus diselesaikan dengan baik. Bila tidak, perang antar-suku sewaktu-waktu akan kembali pecah. Perang kembali pecah biasanya karena kesalahan dalam memilih orang sebagai juru damai, ini terkadang sengaja dilakukan dengan harapan perang kembali terjadi.
Suku Amungme sebenarnya adalah suku yang tidak suka berperang, akan tetapi karena saat ini mulai terdesak oleh suku Dani, maka suku Amungme-pun pada akhirnya terbiasa melakukan perang. Secara umum perang antar suku tidak hanya terjadi pada kedua suku tersebut, akan tetapi kebiasaan perang sudah dimiliki oleh suku-suku lain di Papua.
Cara yang paling efektif adalah pertama melakukan upacara ritualnya harus sesuai dengan adat, artinya siapa yang berhak untuk memegang babi, yang bertugas memegang dan memanah. Itu harus dilakukan oleh orang-orang tertentu yang dipandang memiliki pengaruh kuat sehingga kecil kemungkinan kesepakatan perdamaian untuk dilanggar.
Selain itu, sumber-sumber yang menjadi bibit konflik seperti tanahnya yang direbut harus diselesaikan dengan baik. Bila tidak, perang antar-suku sewaktu-waktu akan kembali pecah. Perang kembali pecah biasanya karena kesalahan dalam memilih orang sebagai juru damai, ini terkadang sengaja dilakukan dengan harapan perang kembali terjadi.
Suku Amungme sebenarnya adalah suku yang tidak suka berperang, akan tetapi karena saat ini mulai terdesak oleh suku Dani, maka suku Amungme-pun pada akhirnya terbiasa melakukan perang. Secara umum perang antar suku tidak hanya terjadi pada kedua suku tersebut, akan tetapi kebiasaan perang sudah dimiliki oleh suku-suku lain di Papua.
Dalam menangani konflik di Papua,
pemerintah harus melakukan upaya yang bener-benar serius. Ada
beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam menangani konflik
antarsuku di Papua. Langkah-langkah tersebut antara
lain :
a) Melakukan
sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.
Kebersamaan merupakan hal yang
sangat dibutuhkan oleh setiap warga Negara dalam kehidupan
bernegara. Sosialisasi dilakukan untuk memberikan pengetahuan kepada
masyarakat agar lebih bisa saling menghargai antarsuku dan tidak saling
mencela. Namun hal ini biasanya menemui kendala, karena ada beberapa
suku yang ‘rewel’dan tidak menghiraukan imbauan yang telah diberikan.
b) Memperbaiki
tingkat pendidikan di Papua.
Seperti yang telah kita ketahui
bahwa tingkat pendidikan di Papua bisa dibilang masih jauh dari
kemakmuran. Walaupun sudah banyak orang-orang Papua yang menempuh
sampai tingkat pendidikan tinggi, namun tidak sedikit pula yang masih belum
mengenyam pendidikan, terutama masyarakat suku adat. Pendidikan
belum tersebar merata di Papua, mengingat kondisi geografis di Papua juga sulit
untuk dicapai.
Terlepas dari semua kendala yang ada
di Papua, pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
harus mempunyai cara yang efektif untuk bisa meningkatkan mutu pendidikan
anak-anak Papua. Ketika anak-anak Papua dapat menikmati pendidikan
yang layak, mereka akan sedikit demi sedikit merubah pola pikir merka yang
tradisional ke pemikiran yang lebih modern. Logika mereka akan
berjalan dengan semestinya. Mereka akan sadar tentang arti
kebersamaan dan pentingnya saling menghargai antar suku. Penalaran
dan logika sebagai dasar pengetahuan akan bisa menuntun masyarakat menjadi
warga Negara yang patuh dan menghargai adanya hukum. Oleh karena itu,
pemerintah harus lebih bisa menanamkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
masyarakat di Papua dalam kaitannya dengan kewarganegaraan.
1. Memberikan
lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.
Kemiskinan yang ada di Papua salah
satunya disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia secara
menyeluruh. Ketika beberapa perusahaan besar yang ada di Papua
memberikan pekerjaan bagi masyarakat di Papua, itu tidak menjamin kalangan
masyarakat banyak yang bekerja. Apalagi pekerja dari luar Papua juga
semakin banyak yang bekerja di perusahahan asing yang ada di Papua seperti PT.
Freeport Indonesia. Pemerintah seharusnya bisa mendidik masyarakat Papua
untuk lebih berjiwa wirausaha, agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi
masyarakat, sehingga tidak akan terjadi konflik antara masyarakat dengan pihak
perusahaan maupun dengan sesama masyarakat. Angka kemiskinan pun akan bisa
sedikit demi sedikit terkurangi.
2. Meningkatkan
kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan dengan konflik.
Aparat keamanan yang ada di Papua,
seharusnya dapat bergerak lebih cepat jika dibandingkan dengan warga yang
biasanya melekukan provokasi misalnya dengan melakukan aksi
penembakan. Aparat keamanan harus lebih sigap dalam menyikapi
terjadinya konflik jika tidak mau dicap sebagai dalang dari
kerusuhan. Sering kali aparat keamanan dituduh menjadi sumber
kerusuhan di masyarakat, terutama pada saat melerai kubu yang
berkonflik. Sistem keamanan mungkin harusnya lebih wapada seperti
pada masa orde baru, ketika ada sedikit isu mengenai konflik, aparat langsung
bertindak. Sehingga belum sampai terjadi konflik isu sudah mereda dan
konflik tidak akan terjadi.
II.4 Peran Generasi Muda Mengatasi
Konflik Antar Suku di Papua
A. DEFINISI
PEMUDA
Menurut WHO pemuda digolongkan
berdasarkan usia, yakni 10-24 tahun. Definisi lainnya,.United Nations General
Assembly “Youth Programme works with “young people (aged 15-29)” . Dan menurut
Government of Tasmania “Youth is people between the ages of 20 and 25.” .
Menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang berusia antara 18
hingga 35 tahun. Berdasarkan International Youth Year yang diselenggarakan
tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok
pemuda. . Dari berbagai definisi pemuda tersebut, secara umum pemuda
digolongkan berdasarkan rentang usia yaitu di bawah 35 tahun.
B. PERANAN
PEMUDA
Kaum muda Indonesia adalah masa
depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus
sebagai pelajar,mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya
adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita
pencerahan kehidupan bangsa kita di masa yang akan datang.
Semua warga Negara berhak bertanggung
jawab atas perdamaian dan terciptanya rasa aman,bukan hanya dari generasi muda
saja tetpai seluruh warga Negara juga ikut bertanggung jawab atas konflik yang
terjadi di Papua akhir-akhir ini. Bahkan tidak jarang generasi muda sebagai
penerus,menjadi objek sekaligus subjek utama dari berbagai program upaya upaya
perdamaian.
Banyak permasalahan yang terjadi
akibat perbedaan etnis dan agama,suku dan ras terlebih lagi di papua. Disinilah
letak peran pemuda, Dalam segala aktifitasnya mulai dari Organisasi Masyarakat,
Organisai Mahasiswa di bawah payung Perguruan Tinggi, Organisasi Kepemudaan
mengatasnamakan seni dan sportifitas dan lain sebagainya, telah mampu
menunjukan kepada masyarakat, bahwa melalui aktifitas dan organisasi pemuda ada
timbul rasa toleransi terhadap buadaya lain, ada timbul rasa persatuaan dalam
perbedaan paham. Meskipun hasilnya belum maksimal.
Papua merupakan pulau dengan
penduduk jumlah suku terbanyak. Terdapat lebih dari 255 suku bangsa (termasuk
nonpapua) yang tinggal di Papua. Begitu banyaknya suku di Papua membuat potensi
terjadinya konflik begitu besar. Terlebih lagi keadaan ekonomi yang tidak
merata membuat kecemburuan sosial terhadap daerah dan suku lain meningkat, bila
ini terus terjadi hubungan antar masyarakat akan memburuk. Daerah yang terdapat
pemuda yang tidak mampu menyadari peranannya, akan terjadi konflik sosial.
Dimulai dari ketidak sesuaian menerima budaya baru dan ketidakcocokan menerima
paham lain dari luar, menyebabkan tidak ada rasa toleransi akan adanya etnis dan
agama yang baru (termasuk suku dan ras).
a. PEMUDA
JAMAN SEKARANG
Sekarang
Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit
sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian
pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini, Pemuda tidak lagi
sebagai motor penggerak perubahan dan pengawas kebijakan pemerintah. Para kaum
muda yang bergerak dibidang politik sudah sangat sedikit yang melihat pentingya
peranan mereka ditengah masyarakat Papua. Disaat Pemuda mulai bergerak
berlomba-lomba menguasai setiap aspek pemerintahan, pemuda tidak lagi menjadi
agen pemersatu etnis dan agama di Papua melainkan menjadi sebuah momentum
“kesombongan” akan anggota etnis atau agama tersebut, sehingga fungsi pemuda
sebagai Agen pemersatu etnis dan agama di Papua terabaikan.
Pemuda
masa kini juga lebih suka berorganisasi lewat dunia maya, melalui situs
jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan lain sebagainya. Hal ini memang
lebih mudah mendapatkan anggota dengan cara pandang dan visi yang sama, namun
tidak menjawab permasalahan yang real, permsalahan yang nyata didalam kehidupan
bermasyarakat di Papua.
Kemajuan teknologi informasi memang baik. Namun, sekali lagi pembangunan di Papua belumlah merata ditiap provinsi dan kampung-kampung, sehingga pengikut organisasi dunia maya bukanlah mereka yang melihat jelas situasi yang ada ditengah-tengah masyarakat Papua
Kemajuan teknologi informasi memang baik. Namun, sekali lagi pembangunan di Papua belumlah merata ditiap provinsi dan kampung-kampung, sehingga pengikut organisasi dunia maya bukanlah mereka yang melihat jelas situasi yang ada ditengah-tengah masyarakat Papua
b. MENYADARKAN
PENTINGNYA PERANAN PEMUDA
Dibutuhkan
pembinaan yang intensif terutama pembinaan moral, agar pemuda memiliki rasa
tanggung jawab untuk membangun serta berjuang untuk kepentingan masyarakat,
tidak hanya untuk kepentingan pribadinya. Pendidikan multibudaya dan pengamalan
pancasila sejak mulai bersekolah membantu Papua menghasilkan pemuda-pemuda yang
bisa menjadi pemimpin rakyatnya menuju kebersamaan dan keharmonisan
bermasyarakat.
Pendidikan multibudaya dapat diberikan dalam setiap aspek sekolah kepegawaian, kurikulum, disipliner kebijakan, keterlibatan siswa, dan orang tua dan keterlibatan masyarakat, Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis . Sehingga setiap pemuda tidak memiliki rasa rasisme.
Pendidikan multibudaya dapat diberikan dalam setiap aspek sekolah kepegawaian, kurikulum, disipliner kebijakan, keterlibatan siswa, dan orang tua dan keterlibatan masyarakat, Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis . Sehingga setiap pemuda tidak memiliki rasa rasisme.
Peranan
pemerintah sangatlah penting dalam menjaga stabilitas negara, terlebih lagi di
Papua dimana tubrukan budaya antar etnis dan agama sangatlah mudah.
Peranan pemerintah bukan hanya dari segi ekonomi, pembangunan infrastruktur,
sarana dan prasarana, melainkan dalam menanamkan Wawasan Nusantara kepada
pemuda, dimana pemuda diharapkan mampu menjadi tolerator, “penerjemah” ,
pemersatu dari perbedaan etnis dan agama. Sehingga pemuda secara tidak lansung
telah menjadi agen pemersatu antar etnis dan agama.
Menurut
Prof. Dr. Wan Usman, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupan yang beragam . Dengan mengajarkan Wawasan Nusantara kepada mahasiswa
melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa sebagai pemuda yang
terdidik mampu menyadari bahwa Indonesia memilki keberagaman diberbagai aspek
kehidupan, sehingga seorang mahasiswa bersifat tolerir juga mampu menjadi
contoh masyarakat, dalam bertindak dan bersikap terhadap etnis dan agama lain
Namun
pemahaman wawasan nusantara yang diberikan tentu tidak merata disetiap daerah
terlebih lagi di daerah dengan pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah. Hal
ini menjadi PR bagi pemerintah dalam membangun Papua.
Bila
tidak ada perubahan, Papua akan mengalami suatu titik dimana tidak adanya saling
percaya antar etnis dan agama, Perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat
akan bersifat kolusi (bersifat sepihak) sehingga pembangunan di tanah Papua
tidak berjalan. Lebih parah dari itu, Kehidupan bermasyarakat di Papua tidak
akan harmonis, Sistem perekonomian dan sosial tidak lagi bisa diatur
pemerintah. Hal ini tidak saja berdampak pada suku nonpapua, melainkan pada
taraf lebih parah akan berdampak pada sesama suku Papua, karena dari 255 suku
asli Papua akan saling berlomba membangun daerahnya sendiri, dan menyingkirkan
kepentingan daerah yang memiliki etnis dan agama minoritas.
BAB
III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Konflik antar suku di Papua hendaknya menjadi pelajaran
berharga bagi setiap warga Negara di Indonesia. Mengingat di
daerah-daerah lain di Indonesia juga sering terjadi konflik, maka semua elemen
masyarakat harus bisa bekerja sama menyelesaikan konflok yang
terjadi. Papua yang kaya akan sumber daya alam harus mempunyai sumber
daya manusia yang baik agar kekayaan alam Papua tidak terus menerus
diekspolitasi oleh pihak asing.
Penyebab-penyebab
terjadinya konflik di Papua harus segera diatasi. Dengan
pertimbangan yang matang, penyebab konflik hars dianalisa secara
mendalam. Beberapa penyebab adanya konflik antar suku di Papua
antara lain :
a. Banyaknya warga
pendatang baru yang berasal dari luar Papua.
b. Rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua
c. Kalangan
pemuda yang tidak menuruti ketua adat
d. Balas
dendam masih menjadi budaya di Papua
e. Profokasi
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
Ketika
penyebab konflik dapat dianalisa dengan baik, konflik akan bisa
diwaspadai. Sebelum terjadi konflik, aparat sudah bertindak dengan
menanggapi isu –isu yang berkembang, sehingga konflik tidak dapat
terjadi. Jikalau konflik terjadi, mungkin dampak yang ditimbulkan
tidak akan terlalu parah. Meskipun idealnya konflik ada dalam
masyarakat, namun meredam konflik juga tidak ada salahnya. Apalagi
jika konflik meluas dan menimbulkan dampak yang merugikan. Dampak konflik
antar suku yang sering terjadi di Papua, yang mengganggu keamanan di Papua itu
antara lain :
a. Rusaknya
fasilitas umum.
b. Hancurnya
pemukiman warga.
c. Jatuhnya
korban, baik yang luka-luka maupun tewas.
d. Warga
yang tidak bersalah juga ikut menjadi korban, sehingga dapat menimbulkan dampak
psikologis.
e. Masyarakat
merasa tidak aman dengan adanya konflik yang terjadi.
f. Menimbulkan
perpecahan di masyarakat.
g. Hilangnya
rasa kepercayaan dalam masyarakat.
Pemerintah
dalam hal ini adalah yang mengatur kegiatan bernegara untuk rakyat harus segera
melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik antar suku yang terjadi di
Papua. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan
sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.
b.
Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.
c.
Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.
d. Meningkatkan
kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan dengan konflik.
Perlunya
kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak
perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedikit demi
sedikit menyelesaikan konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama
manusia. Pihak perusahaan dapat memberikan kebijakan perusahaan
kepada para karyawannya dengan lebih demokratis. Sementara pemerintah
dan aparat keamanan lebih membentuk konsep peningkatan kewaspadaan dan
kecepatan melerai konflik agar tidak meluas dan berkelanjutan. Oleh
karena itu, sebagai pengamalan dari sila-sila pancasila, terutama sila kedua
dan ketiga, sebagai warga Negara kita hendaknya saling menghargai antar sesama
manusia untuk bisa bersatu dalam kebersamaan rakyat Indonesia.
Peran
pemuda memang sangatlah penting untuk generasi yang akan datang. Mereka
bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian di Indonesia. Kita harus bisa
menciptakan atau mencetak generasi bangsa kita dengan kretif inovatif. Agar
mereka dapat membantu menciptakan perdamaian dan menjaga utuh persatuan dan
kesatuan di Negara kita. Para generasi muda harus di persiapkan mulai dari
sekarang dengan melalui pelatihan pelatihan kerja atau ketrampilan dari
pemerintah. Agar mereka tercetak sebagai penerus bangsa yang bertanggung jawab
atas perdamaian antar suku ras agama maupun etnis di Negara kita.
III.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas kami memberikan saran : dari segala bentuk perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat, baik karena kemajuan zaman maupun kebijakan pemerintah, tidak boleh
mempengaruhi pemuda–pemuda di Papua dan menjadikan pemuda lemah serta tidak
mampu beradaptasi.
Pemuda-pemuda di Papua dihadapkan dengan dua pilihan untuk masa depan Papua,
Pilihan pertama, menjadi cerdas dan menjadi generasi penerus yang mengetahui pentingnya peran sebagai agen pemersatu bangsa. Dan membangun Papua menjadi bangsa yang sejahterah
Atau pilihan kedua, menjadi bodoh dan tetap berpikiran sukuisme, hingga generasi berikutnya dan generasi seterusnya tidak mampu memperbaiki kekacauan dan tidak mampu lagi menjadi pembaharu akan kegagalan itu.
Pemuda-pemuda di Papua dihadapkan dengan dua pilihan untuk masa depan Papua,
Pilihan pertama, menjadi cerdas dan menjadi generasi penerus yang mengetahui pentingnya peran sebagai agen pemersatu bangsa. Dan membangun Papua menjadi bangsa yang sejahterah
Atau pilihan kedua, menjadi bodoh dan tetap berpikiran sukuisme, hingga generasi berikutnya dan generasi seterusnya tidak mampu memperbaiki kekacauan dan tidak mampu lagi menjadi pembaharu akan kegagalan itu.
Kami menyarankan melalui makalah ini, pembaca mengerti akan
pilihan yang dihadapkan kepada pemuda-pemuda di papua, dan memberikan pemahaman
ini seluas-luasnya demi kemajuan masyarakat Papua. Melalui makalah ini saya
berharap pemuda-pemuda di Indonesia khususnya di Papua, tidak pasrah dan
menunggu kebijakan pemerintah melainkan melakukan reformasi karakter diri.
Sehingga terwujudlah kehidupan yang harmonis dan sejahterahan.
DAFTAR PUSTAKA